Berita Terkini

Sosialisasi Persiapan Pilgub Jawa Barat 2018

CIANJUR, kab-cianjur.kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten CIanjur tengah gencar melaksanakan sosialisasi tahapan persiapan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat tahun 2018 mendatang. Kegiatan Sosialisasi ini dilaksanakan di 12 titik yang membagi 32 Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur, yaitu: Campaka, dengan cakupan wilayah Kecamatan Campaka, Campakamulya dan Sukanagara; Pagelaran, dengan cakupan wilayah Kecamatan Tanggeung, Pasirkuda dan Pegelaran; Sindangbarang, dengan cakupan wilayah Kecamatan Sindangbarang, Cikadu dan cibinong; Kadupandak, dengan cakupan wilayah Kecamatan Cijati, Kadupandak, dan Takokak; Leles, dengan cakupan wilayah Kecamatan Leles dan Agrabinta; Cidaun, dengan cakupan wilayah Kecamatan Cidaun dan Naringgul; Cugenang, dengan cakupan wilayah Kecamatan Cugenang, Cilaku dan Cianjur; Warungkondang, dengan cakupan wilayah Kecamatan Gekbrong, Warungkondang, dan Cibeber; Mande, dengan cakupan wilayah Kecamatan Cikalongkulon, Mande, dan Karangtengah; Haurwangi, dengan cakupan wilayah Kecamatan Bojongpicung dan Haurwangi; Sukaluyu, dengan cakupan wilayah Kecamatan Ciranjang dan Sukaluyu; dan Pacet, dengan cakupan wilayah Kecamatan Pacet, Cipanas dan Sukaresmi. KPU Kabupaten Cianjur berharap partisipasi warga menyukseskan Pilkada yakni pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur maupun Pilgub Jawa Barat yang akan sebentar lagi akan dilaksanakan, terus meningkat dari pemilu sebelumnya. Untuk itu, KPU Kabupaten Cianjur kembali mengimbau warga untuk lebih pro-aktif, termasuk meneliti atau mengecek nama-nama pemilih pada Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di wilayah masing-masing.

Tiga Skema Peningkatan Kualitas Pemilu

Jakarta, kpu.go.id – KPU menyiapkan penyelenggaraan pemilu yang lebih profesional, transparan, akuntabel dan berintegritas melalui tiga skema, yaitu peningkatan kapasitas sumber daya manusia penyelenggara pemilu, membangun budaya kerja yang baik dan penguatan aspek teknologi informasi dalam pengelolaan tahapan pemilu.   “Kita sedang menyusun master plan teknologi informasi. Kalau selama ini sistem informasi yang kita miliki masih terpisah satu dengan yang lain dan dikelola masing-masing biro, ke depan kita ingin semua sistem informasi terintegrasi secara keseluruhan. Jadi informasi apapun yang ingin diketahui oleh publik lebih mudah diakses sehingga pemilu kita makin dipercaya,” ujar Ketua KPU RI Arief Budiman di ruang kerjanya, Senin (8/5).   Menurut Arief, sistem informasi yang tidak terintegrasi mengandung sejumlah kelemahan. Salah satunya kesulitan dalam akses dan sinkronisasi data. “Karena dikelola masing-masing biro, akses datanya ke kabupaten/kota sendiri-sendiri. Akibatnya terjadi perbedaan data, tetapi bukan karena datanya tidak sinkron, tetapi akses datanya dalam waktu yang berbeda. Misalnya data pemilih ketika masih berstatus daftar pemilih sementara (DPS) dengan daftar pemilih tetap (DPT) otomatis ada perbedaan,” ujarnya.   Arief mengatakan pembenahan sistem informasi penting untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses dan hasil pemilu. “Kalau menunggu rekap manual membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui hasil akhirnya. Dengan adanya sistem informasi, hasil sementara dapat diketahui dalam waktu 1 x 24 jam sejak penghitungan suara dimulai. Informasi yang cepat dan akurat penting untuk membangun kepercayaan publik,” ujarnya.   Penggunaan teknologi informasi juga berguna untuk memfasilitasi transparansi dan akuntabilitas hasil pemilu. Ketika hasil pemilu sementara sudah dipublikasikan, diketahui dan dimiliki publik, maka peluang terjadinya kecurangan pada level bawah seperti PPS dan PPK dapat diminimalisir. “Transparansi itu menjadi alat kontrol KPU RI terhadap proses penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua jenjang. Kalau sudah transparan, kemungkinan orang untuk berbuat curang relatif kecil,” ujarnya.   Para pengambil kebijakan ekonomi, politik dan keamanan turut terbantu dengan adanya transparansi hasil pemilu. “Semua pihak dapat menggunakan hasil sementara itu sebagai rujukan untuk menyusun kebijakan dalam rangka menjaga situasi dan kondisi Negara tetap stabil,” ujarnya.   Untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia, lanjut Arief, dimulai dengan perbaikan mekanisme rekrutmen penyelenggara. “Kita buat standar operasional prosedur (SOP) rekrutmen yang mengedepankan integritas, independensi, kompetensi dan relationship. Jadi sejak awal kita pastikan bahwa penyelenggara yang direkrut benar-benar kapabel dan kredibel,” ujarnya.   KPU, kata Arief, secara terus menerus juga melakukan sosialisasi, internalisasi dan institusionalisasi etika kepada semua jajarannya baik komisioner maupun sekretariat. “Kalau ada penyelenggara yang nakal, kita mendorong agar lebih cepat dapat dikenai sanksi. Kalau tidak ada yang mau melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan penyelenggara yang di bawah, kita sendiri yang berinisiatif melaporkan. Itu sudah kita lakukan sejak tahun 2012,” ujarnya.   Arief menyatakan bahwa kontribusi KPU dalam menyukseskan penyelenggaraan pemilu sangat besar, tetapi tetap harus didukung oleh stakeholders lainnya seperti pengawas pemilu, peserta pemilu, pemilih dan pemerintah. (*)

PENGUMUMAN: Lelang Eks-Surat Suara Pemilihan Bupati 2011, Legislatif dan Presiden 2014

Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cianjur melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bogor, akan melaksanakan penjualan umum secara Lelang atas Barang Milik Negara berupa : DAFTAR RINCIAN OBJEK LELANG SEBAGAI BERIKUT : Pelaksanaan Penjelasan Lelang (Aanwijzing) diadakan pada : Hari./Tanggal : Kamis/6 April 2017 Pukul : 09.00 WIB s/d 12.00 WIB Tempat : Kantor KPU Kabupaten Cianjur Jl. Ir. H. Juanda No.28-B Cianjur Pelaksanaan Lelang diadakan pada : Hari/Tanggal : Senin/10 April 2017 Pukul : 11.00 WIB s/d Selesai Tempat : Kantor KPU Kabupaten Cianjur Jl. Ir. H. Juanda No.28-B Cianjur Persyaratan Lelang : Peserta lelang adalah Badan Hukum yang dibuktikan dengan Akta Pendirian Perusahaan yang memiliki NPWP, TDP, SIUP dan membawa semua dokumen tersebut berikut 1 (satu) set fotokopinya yang telahdi legalisir oleh Perusahaan pada hari Pelaksanaan Lelang; Wakil peserta yang namanya tidak tercantum dalam Akta Pendirian Perusahaan wajib membawa asli Surat Kuasa dari pihak Perusahaan yang dibuat di hadapan Notaris yang merinci hal-hal yang dikuasakan, antara lain: a. melakukan penyetoran Uang Jaminan; b. menandatangani surat/dokumen terkait pelaksanaan lelang serta membawa meterai 6000; c. menyelesaikan pelunasan harga lelang dan pengambilan Risalah Lelang apabila ditunjuk sebagai pemenang lelang; d. menerima Uang Jaminan dari Bendahara Penerimaan KPKNL Bogor apabila tidak ditunjuk sebagai pemenang lelang; Peserta hanya dapat mendaftarkan 1 (satu) perusahaan untuk mengikuti lelang; Peserta lelang wajib menyetor uang jaminan penawaran lelang, melalui RPL 023 KPKNL Bogor pada PT Bank Negara Indonesia (BNI) Kantor Cabang Bogor Nomor Rekening : 0003904821 dan harus sudah diterima efektif paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan lelang; Barang yang dijual apa adanya menurut keadaan saat ini dan peserta lelang telah dianggap cukup mengetahui, mengenal dan mengecek kondisi barang sehingga segala resiko terhadap barang yang dibeli menjadi tanggung jawab pemenang lelang; Peserta membawa Surat Pernyataan bermaterai Rp. 6.000,- yang isinya bersedia menghancurkan Surat Suara di bawah pengawasan KPU Kabupaten Cianjur, serta melampirkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Bukti Setor Uang Jaminan; Peserta lelang wajib mengajukan penawaran lelang secara lisan naik-naik paling rendah sama dengan harga limit; Peserta lelang yang ditunjuk sebagai pemenang lelang wajib melunasi pokok lelang dan bea lelang pembeli selambat-lambatnya harus sudah dilunasi 5 (lima) hari kerja. Dalam hal pemenang lelang wanprestasi maka uang jaminan akan disetorkan ke Kas Negara. Pengangkutan Barang dilaksanakan paling lambat 2 (dua) minggu setelah pelunasan.

Rekayasa Sistem Pemilu

(Studi Politik Hukum Menyongsong Pemilu Serentak 2019)   Oleh YUSDAR Staf KPU Bone – Sulawesi Selatan & Mahasiswa Semester 6 Program Doktor Hukum UNHAS Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal tersebut telah dituangkan secara jelas dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Akan tetapi, dalam negara hukum, hukum memiliki “saudara kembar” yang sering disandingkan dalam percaturan tatanan kehidupan setiap negara, yakni “politik”. Akan tetapi, negara Indonesia bukanlah merupakan negara politik, melainkan negara hukum. Kajian empiris menguraikan bahwa politik selalu menyisakan harapan dan tumpukan obsesi. Politik membawa kita untuk melakukan sejumlah kebijakan, tetapi juga menciptakan kegagapan demi kegagapan. Politik  berjalan secara terus menerus, dan tidak seorang pun yang mampu menghalangi arahnya kemana melangkah. Dengan demikian, agar politik tidak mendekonstruksi nilai, maka mesti ”direm” dengan aturan hukum. Itulah fungsi hukum, untuk menciptakan keteraturan di saat kegagapan menghinggap dalam setiap episode perjalanan politik. Pengakuan kepada suatu negara sebagai negara hukum (governmental by law) sangat penting, karena kekuasaan negara dan politik bukanlah tidak terbatas, melainkan perlu pembatasan-pembatasan terhadap kewenangan dan kekuasaan negara dan politik tersebut, untuk menghindari timbulnya kesewenang-wenangan dari pihak penguasa. Dalam negara hukum tersebut, pembatasan terhadap kekuasaan negara dan politik haruslah dilakukan dengan jelas, yang tidak dapat dilanggar oleh siapapun. Karena itu, dalam negara hukum, hukum memainkan peranannya yang sangat penting dan berada diatas kekuasaan negara dan politik. Karena itu pula-lah kemudian muncul istilah “pemerintah dibawah hukum” (government under the law). Periode ketatanegaraan Indonesia membentangkan fakta normatif, bahwa era reformasi memberi harapan besar (big expectation) akan terjadinya pembaharuan dalam penyelenggaraan negara, untuk dapat mengantarkan negara Indonesia menjadi negara hukum yang demokratis. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan reformasi yang dikemukakan oleh berbagai komponen masyarakat, yang sasaran akhirnya adalah tercapainya tujuan negara dan cita-cita kemerdekaan sebagaimana yang ditegaskan dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Secara harfiah atau etimologi bahwa istilah politik hukum merupakan terjemahan dari bahasa belanda “recht politiek” yang di terjemahkan dalam bahasa indonesia berarti politik hukum. Walapun dalam istilah belanda terdapat istilah “rechts politiek” (politik hukum) dan “politiek rechts” (hukum politik). Van Der Tas berpendapat bahwa politik itu di artikan sebagai belied atau policy yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti kebijakan. Hal ini yang menjadi dasar dalam mengambil suatu tindakan. Kebijakan yang di artikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang dijadikan garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan dalam bertindak. Sedangkan Hukum diartikan sebagai seperangkat norma atau kaidah yang mengatur tingkah laku manusia yang di dalamnya mengandung perintah dan larangan serta sanksi. Sedangkan, Mahfud MD. mengatakan bahwa produk hukum yang responsif/populistik merupakan produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 merupakan sebuah babak baru dalam perhelatan pemilu di Indonesia. Amanat untuk menyelenggarakan pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden pada waktu yang bersamaan merupakan sebuah momentum dalam upaya merekonstruksi sistem pemilihan umum. Rekonstruksi sistem pemilu setidaknya dilakukan dalam 5 (lima) unsur teknis utama dalam pemilu. Pertama adalah terkait dengan sistem pemilu yang digunakan. Kedua adalah alokasi kursi per daerah pemilihan (district magnitude). Ketiga adalah ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Keempat adalah metode konversi suara ke kursi dan yang kelima  adalah waktu pelaksanaan pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Kelima unsur itulah yang kemudian menjadi fokus dalam upaya rekayasa pemilu menuju multi partai sederhana dan sistem presidensiil yang efektif. Proses pemilihan umum rentan dengan penyimpangan, godaan dan memiliki potensi dibajak oleh individu-individu yang tidak bertanggung jawab. Pada saat bersamaan ada harapan yang besar dari masyarakat agar pemilihan umum terselenggara dengan penuh integritas. Para pemantau pemilu, baik domestik maupun internasional, menilai rangkaian penyelenggaraan pemilu di Indonesia demokratis dari segi bebas dan adilnya. Berbagai kasus yang berserakan sekarang ini merupakan cermin tidak dihargainya hukum secara konsisten dalam sebuah kerangka sistem. hukum cenderung difungsikan sesuai dengan selera masing-masing penggunanya. Kasus pemilihan umum dari setiap periode dengan sentuhan politiknya amat sangat membuktikan  bahwa hukum selalu dimain-mainkan sesuai seleranya. Hal tersebut telah mengubah dunia hukum menjadi “pasar politik” yang mengakibatkan penegak hukum maupun pembuat undang-undang berlagak sebagai penentu nasib subjek hukum yang justru menimbulkan kisruh sosial. Inilah risiko yang dihadapi hukum sebagai ilmu yang bersentuhan dengan banyak bidang dan terangkai dalam sebuah sistem  yang lepas dari pijakan dasar suatu negara. Hukum dianggap sebagai sesuatu yang “berdiri diruang hampa”. Dengan demikian, mengkonstruksi perspektif yang kondusif bagi pemahaman dan pemaknaan hukum sebagai norma yang memiliki momen sosial adalah hal signifikan. Perumusan sistem pemilihan umum sebagai instrumen untuk menciptakan sistem politik demokrasi. Pembuat undang-undang pemilihan umum cenderung merumuskan sistem pemilihan umum secara parsial alias hanya melihat unsur yang berdampak langsung pada perolehan kursi saja, yaitu formula pemilihan dan ambang batas perwakilan. Tidak semua pemilihan umum berlangsung secara demokratis bahkan Robert A. Dahl memberikan ukuran-ukuran yang harus dipenuhi agar suatu pemilihan umum memenuhi prinsip demokrasi, diantaranya: inclusiveness, equal vote, effective participation, enlightened understanding, final control of agenda. Douglas W. Rae mengemukakan bahwa sebuah sistem pemilihan umum akan berjalan dengan baik jika terbagi dalam 3 (tiga) fase. Di mana tiap fasenya merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Fase tersebut meliputi: Pertama, balloting atau pemungutan suara sebagai sebuah spesifikasi dari peran rakyat pemilih dalam memutuskan ikut pemilu atau tidak. Kedua, pembentukan daerah pemilihan (districting) sebagai faktor yang membatasi dalam menerjemahkan suara menjadi kursi; dan Ketiga, formula pemilihan (electoral formula) sebagai faktor penentu dalam menerjemahkan suara menjadi kursi. Penulis berpandangan bahwa Pe-Rekayasa-an sistem pemilu hanya dapat dilakukan pada sistem pemilu legislatif. Sistem pemilu presiden dan wakil presiden tidak dapat ditawar lagi karena sudah tercantum secara eksplisit di dalam UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, sistem pemilu presiden dan wakil presiden merupakan sebuah taken for granted kecuali jika ada kemauan politik untuk mengamandemen ke-5 UUD NKRI Tahun 1945. Sistem pemilu legislatif lebih bersifat opened legal policy. Pembuat undang-undang dalam hal ini DPR dan Pemerintah mempunyai kewenangan untuk menentukan sistem pemilu legislatif yang akan digunakan. Jika merujuk pada keluarga sistem pemilu, maka setidaknya ada 2 (dua) pilihan besar sistem pemilu, yaitu sistem proporsional atau sistem distrik. Pemilihan sistem pemilu menyongsong pemilihan umum serentak Tahun 2019 harus didasarkan pada studi empiris dari pemilu ke pemilu. Problem selanjutnya adalah penentuan varian sistem proporsional yang akan digunakan. Dalam penentuan varian tersebut, tentu saja harus dikaitkan dengan pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden karena penyelenggaraannya bersamaan. Pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden secara bersamaan pada tahun 2019 tentu akan memberikan struktur insentif bagi pemilih maupun penyelenggara pemilihan umum. Penentuan sistem pemilihan umum harus didasarkan pada kerangka hukum yang jelas bukan menentukan sistem pemilihan umum hanya berdasar pada “nafsu” politik belaka agar Indonesia memiliki identitas sistem pemilihan umum dan memiliki validitas dan keberlakuan norma hukum serta dapat mewujudkan demokrasi yang substansif.

KPU Kab. CIanjur Saba Partai Politik Peserta Pilleg 2014

CIANJUR – kab-cianjur.kpu.go.id, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cianjur melaksanakan kegiatan Saba Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 2014. Kegiata Saba Parpol ini perupakan Program dari Divisi Hukum KPU Kabupaten Cianjur yang bertujuan guna menjaga jalinan komunikasi yang baik dan mempererat tali silaturahmi antara Penyelenggara Pemilu dan Peserta Pemilu agar tercipta pemahaman yang sama dalam penyelenggraan Pemilu yang berkualitas. Kegiatan Saba Parpol ini mulai dilaksakan pada tanggal 14 Maret sampai 10 April 2017 ke 12 kantor Partai Politik yang berada di wilayah Kabupaten Cianjur dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Ada pun tim yang ditugaskan untuk melaksanakan Program Saba Parpol ini adalah terdiri dari, seluruh komisioner, Kepala Sub-bagian dan Staf bagian Hukum KPU Kabupaten Cianjur.

Pelaksanaan Upacara/Apel Pagi KPU Kabupaten Cianjur

Cianjur, kab-cianjur.kpu.go.id – Menindaklannjuti Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Upacara/Apel Pagi Setiap Hari Senin, KPU Kabupaten Cianjur  melaksanakan apel pada hari Senin (06/03). Apel pagi perdana dipimpin langsung oleh Ketua KPU Kabupaten Cianjur, Anggy Shofia W, SH., MH., dan diikuti oleh anggota KPU Kabupaten Cianjur dan seluruh staf sekretariat KPU Kabupaten Cianjur. Pelaksanaan upacara/apel pagi ini bukan hanya menjadi acara rutin yang dilaksanakan pada Senin pagi, tetapi juga sebagai upaya meningkatkan kedisiplinan bagi Komisioner dan pegawai Sekretariat KPU Kabupaten Cianjur. Dan agar lebih bermakna, apel pagi tersebut juga dijadikan media penyampaian informasi dan progam yang akan dan sedang dilaksanakan oleh KPU kabupaten Cianjur.